Sunday, December 26, 2010

SADOMASOKISME

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyimpangan seksual merupakan bentuk perbuatan menyimpang dan melanggar norma dalam kehidupan masyarakat. Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual yang tidak wajar. Salah satu bentuk penyimpangan seksual adalah sadomasokisme. Sebuah penyimpangan seksual. Biasanya pengidapnya memiliki masa lalu nan suram, terbiasa dengan kekerasan, dan kurang kasih sayang. Sebuah kenikmatan yang diperoleh dengan cara yang berbeda yakni menyakiti dan sebaliknya justru ada yang malah senang karena baru merasa nikmat setelah disakiti.
Konsep sadomasokisme merupakan gabungan antara sadisme dengan masokisme yang terus meluas seiring dengan perkembangan seksualitas manusia. Sadomasokisme saat ini tidak hanya dipandang sebagai suatu penyimpangan, melainkan dapat dilihat sebagai preferensi atau variasi seksual, gaya hidup atau hubungan, metode pencapaian puncak spiritualitas, pelepas ketegangan dan bahkan, tak mesti melibatkan elemen seksual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab penyimpangan perilaku seksual?
2. Pengertian sadisme
3. Pengertian masokisme
4. Bagaimana cara mengatasi perilaku menyimpang tersebut?
C. Rumusan Tujuan
1. Menjelaskan penyebab penyimpangan perilaku seksual
2. Menjelaskan pengertian sadisme
3. Menjelaskan pengertian masokisme
4. Menjelaskan solusi untuk mengatasi perilaku menyimpang tersebut?
D. Manfaat
Menambah wawasan kita megenai perilaku penyimpangan seksual, khususnya tentang sadosmasokisme yang kegiatannya menimbulkan kekerasan bagi pelaku seks tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab peyimpangan perilaku seksual
Susan Noelen Hoeksema dalam bukunya Abnormal Psychology, mengatakan bahwa perilaku penyimpangan seksual 90% lebih diderita oleh pria. Namun, saat para peneliti mencoba menemukan ketidaknormalan pada hormon testoteron ataupun hormon-hormon lainnya yang diduga menjadi penyebab perilaku seks menyimpang, hasilnya tidak konsisten. Artinya, kecil kemungkinan perilaku seks menyimpang disebabkan oleh ketidaknormalan hormon seks pria atau hormon lainnya. Penyebabnya, tampaknya lebih berkaitan dengan pelampiasan dorongan agresif atau permusuhan, yang lebih mungkin terjadi pada pria daripada pada wanita.
Penyebab lainnya yang diduga dapat menyebabkan perilaku seks menyimpang ialah penyalahgunaan obat dan alkohol. Obat-obatan tertentu memungkinkan seseorang yang memiliki potensi perilaku seks menyimpang melepaskan fantasi tanpa hambatan kesadaran. Kemudian, faktor lingkungan, keluarga, dan budaya di mana seorang anak dibesarkan ikut memengaruhi perilaku seksnya. Anak yang orangtuanya sering mendapat hukuman fisik dan mendapat kontak seksual yang agresif, lebih mungkin menjadi agresif dan impulsif secara seksual terhadap orang lain di saar dewasa dewasa. Sebuah juga penelitian menunjukkan bahwa empat dari lima penderita pedofilia telah mengalami pelecehan seksual di masa kanak-kanak.
B. Sadisme
Sadisme adalah penyimpangan seksual yang dialami seseorang jika kepuasan seksual diperoleh oleh orang tersebut bila melakukan tindakan penganiayaan atau menyakiti pasangannya sebelum atau saat melakukan hubungan seksual.
Individu dengan gangguan ini secara konsisten memiliki gangguan fantasi seksual dengan cara menyakiti pasangannya dengan teror baik secara fisik ataupun psikologis. Penyimpangan ini beda halnya dengan perilaku seksual kasar, sadisme seksual akan mengajak atau memaksa pasangannya untuk melakukan hal-hal sadistik dalam setiap aktivitas seksual.
Perlakuan sadistik oleh pelaku sadisme seksual bukanlah akting atau pura-pura, mereka serius dalam melakukannya. Kebanyakan pelaku sadisme mempunyai gangguan kepribadian antisosial atau yang sering disebut dengan psikopat.
Bentuk ekstrimnya, perilaku sadisme dapat dilihat dalam kasus pemerkosaan yang disertai dengan penyiksaan dan pembunuh. Penderita sadisme seksual akan merasakan kepuasan seksual bila pasangannya itu mati. Namun demikian hal ini bukanlah menjadi salah satu motif perilaku sadisme seksual untuk menyiksa korban atau pasangannya sampai mati. Rasa sakit pasangan juga tidak menjadikan gairah seksualnya meningkat. Pemerkosaan yang disertai kekerasan akan membuat pelaku bergairah dan pelaku akan terus mengulangnya pada kesempatan lainnya. Oleh karenanya, sadisme seksual merupakan kejahatan serius yang dapat dijerat dengan hukuman yang berat.
Beberapa perilaku sadisme seksual lainnya dapat berupa;
1. Pemaksaan atau pemerkosaan, penolakan korban menjadi gairah seksual pelaku dalam melakukan aksinya. Semakin korban meronta, melawan, menangis maka pelaku semakin bersemangat.
2. Pelaku melakukan penyiksaan yang sebenarnya, pemukulan sampai menimbulkan luka memar.
3. Melukai bagian tubuh tertentu dari pasangannya sampai mengeluarkan darah.
4. Beberapa individu gangguan juga disertai simtom masokis.
5. Melakukan penyiksaan seksual dengan pemaksaan atau sampai luka (melukai alat genital).
6. Melakukan penyiksaan berat dengan menggunakan cambuk, kejutan listrik, dan sebagainya.

C. Masokisme
Istilah masokisme pada awalnya muncul dalam bidang psikologi, berkenaan dengan perilaku seksual menyimpang, lawan dari sadisme, yaitu seseorang akan merasa terangsang dan memperoleh kenikmatan seksual jika dirinya terlebih dahulu disakiti. Istilah ini berasal dari nama seorang penulis asal Austria pada abad ke-19, Leopold von Sacher-Masoch, yang novelnya sering menyebutkan karakter yang terobsesi dengan kombinasi seks dan rasa sakit.
Perilaku menyimpang semacam ini salah satunya disebabkan oleh sikap orangtua dan guru yang diktator, yang berlangsung begitu lama sehingga membentuk kepribadian masokis. Masokisme adalah satu-satunya kelainan paraphilia yang dialami oleh perempuan, sekitar 5 persen makosis adalah perempuan.
Masokisme seksual juga harus dibedakan dari sindrom martir (orang yang ingin jadi martir, mencari penderitaan atau penganiayaan untuk memenuhi kebutuhan psikologis) dan gangguan kepribadian mengalahkan diri (meski juga dikenal dengan gangguan kepribadian masokistik). Gangguan kepribadian mengalahkan diri merupakan pola perilaku mengalahkan diri, menghindar dari kesenangan dan tertarik pada penderitaan. Orang dengan gangguan kepribadian ini mencari orang untuk mengecewakan diri sendiri, menolak pertolongan, hal positif yang dialami direspon dengan depresi atau menyakiti diri, suka memancing amarah dan penolakan, mencari pasangan yang mengabaikannya dan sejenisnya. Perilaku tersebut tidak khusus terkait dengan respon seksual dan tidak hanya terjadi ketika depresi.
Masokisme mengacu pada pengalaman menerima kenikmatan atau kepuasan dari penderitaan sakit. Pandangan psikoanalitik bahwa masokisme adalah agresi berbalik ke dalam, dirinya, ketika seseorang merasa terlalu bersalah atau takut untuk mengungkapkannya secara lahiriah.
D. Solusi mengatasi penyimpangan seksual
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi perilaku penyimpangan seksual adalah dengan menggunakan cara hipnotis. Banyak manfaat yang bisa diraih dengan terapi hipnotis. Dimana Terapi Hipnotis adalah sebuah metode yang kini setara sebagai salah satu metode pengobatan dan penyembuhan, terutama untuk penyakit yang berkaitan dengan kejiwaan atau sikap.
Bahkan di kota-kota besar mulai banyak ditawarkan terapi penyembuhan dengan metode ini. Mulai dari menghilangkan kebiasaan buruk hingga untuk penyembuhan penyakit. Hasilnya pun cukup mencengangkan, banyak pasien mengaku dapat menghindari kebiasaan buruknya atau juga sembuh dari penyakitnya.
Apakah terapi hipnotis dapat menyembuhkan problema kehidupan seksual satu pasangan? Saat ini ada terapi hipnotis yang disebut ‘Terapi Hipnoseksual’. Terapi hipnotis bisa meningkatkan lagi kenikmatan hubungan intim Anda ketika hubungan tersebut mulai meredup. Terapi Hipnoseksual juga bisa mengatasi masalah disfungsi seksual atau bahkan ingin meningkatkan gairah agar lebih panas lagi. Semuanya bisa diubah dengan metode hipnotis.
Praktisi Terapi Hipnoseksual mengatakan bahwa 40% problema seksual berasal dari fisik yang sedang bermasalah. Selebihnya, problema seksual terbanyak biasanya berasal dari masalah yang non fisik alias psikis. Masalah psikis itu seperti trauma, phobia, korban pemerkosaan, kekerasan seksual dan lainnya.
Problema seksual yang berasal dari masalah psikis inilah yang bisa disembuhkan melalui metode Hipnoseksual. Sebelum proses hipnotis dilakukan, pasien perlu diwawancarai untuk memperoleh keterangan, yang menjadi latar belakang dari permasalahan yang dihadapi.
Sebagai contoh, proses ereksi hingga ejakulasi pria berasal dari pikiran, dimana alur proses awalnya adalah melihat dan terangsang secara visual. Namun, bisa juga terjadi secara kinestetik, yakni lewat sentuhan, ciuman dan sebagainya, hingga berakhir pada hubungan intim.
Pikiran bawah sadar kita merasakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Bagi pria yang mempunyai masalah seksual, seperti misalnya ejakulasi dini, hal itu sebenarnya bahwa pria tersebut mengalami kenaikan tingkat kenikmatan yang terlalu cepat, sehingga proses ejakulasinya terjadi terlalu dini. Jadi, program baru melalui Terapi Hipnoseksual yang akan ditanamkan ke pikiran bawah sadar adalah dengan melambatkan tempo berjalannya ‘sensasi’ tersebut dan menahan keinginan untuk ejakulasi hingga saat yang tepat.
Namun demikian, keberhasilan dari Terapi Hipnoseksual itu tergantung pula dari niat dan kesungguhan dari si pasien untuk menjalaninya. Bila program baru tidak didukung dengan niat, tentu saja besar kemungkinannya akan mengalami kegagalan, karena mengalami resistensi atau tertahan oleh ‘program lama’ yang sudah tertanam bertahun-tahun di alam bawah sadar kita. Pasien harus paham betul mengapa ia memerlukan bantuan hipnotis dalam proses ‘penyembuhannya’, serta keunggulan apa yang didapatkan dibandingkan model pengobatan yang lainnya.
Pemahaman pasien akan maksud dan tujuan dari Terapi Hipnoseksual merupakan kunci efektivitas terapi. Karena itu diperlukan informasi yang jelas dan pemahaman yang sama. Hal ini bertujuan agar persepsi yang terbentuk dalam tingkat sadar sejalan dengan persepsi bawah sadar kita. Metode Hipnoterapi juga harus dilakukan dengan jelas, terbuka, dan tanpa paksaan. Sebelum melakukan hipnotis, pasien perlu terlebih dulu menjalani pemeriksaan fisik, atau bila perlu disusul dengan menjalani pemeriksaan laboratorium (darah, urine, dan lain-lain).


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masokisme merupakan kelainan yang dengan sengaja membiarkan dirinya disiksa atau disakiti, baik secara fisik maupun psikologis, hanya untuk memperoleh kepuasan seksual. Ia akan semakin puas apabila dirinya semakin tersakiti atau tersiksa. Di sisi lain, sadisme adalah kelainan ini merupakan kebalikan dari masokisme. Penderita akan memperoleh kepuasan seksual jika melakukan hubungan seksual dengan cara menyakiti atau menyiksa terlebih dahulu pasangannya. Sementara itu, ungkapan sado-masochist merupakan sebutan untuk penderita sadisme yang melakukan hubungan seksual dengan masokisme.
Biasanya orang-orang yang mengidap sadomasokisme mempunyai riwayat masa lalu yang berhubungan dengan trauma seksual. Misalnya, pada saat masih kecil melihat orangtua atau orang disekitarnya disakiti, atau kemudian menyakiti ketika melakukan hubungan seksual, maka ia bisa berperilaku seperti itu pada saat ia dewasa. Karena masih kecil ia tidak tahu bahwa perbuatan itu merupakan sebuah penyimpangan, ia merekamnya dalam memori lantas meniru perbuatan itu.
B. Saran
Menghindari pergaulan yang berkaitan dengan perilaku menyimpang tersebut sehingga tidak tertular perilaku menyimpang, karena perilaku yang menyimpang tersebut ibarat penyakit menular yang siap menjangkiti siapa saja yang mendekatinya.

No comments:

Post a Comment